Senin, 07 Desember 2015

anak ironi

ANAK IRONI

KARYA;JEFRI SYAHRIL

sad
            Tasripin.Ya.....namanya adalah Tasripin.Nama yang diberikan oleh mendiang ayahnya ,yang meninggal sewaktu ia masih kecil.Tasripin memang terlahir dengan penuh ironi.Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara.Adiknya ,Sarmi masih berusia enam tahun,dan Tasripin sendiri  berusia delapan tahun .Mereka berdua hidup bersama sang ibu di sebuah gubuk kecil.Dimana di samping gubuk mereka ,berdiri sebuah rumah gedung ,milik seorang pejabat pemerintahan .Hal ini sangat kontras di tengah gemerlap ibukota.Untuk menghidupi keluarganya,ibunya bekerja sebagai tukang cuci.Sedangkan Tasripin  bekerja  sebagai  Pemulung.Adiknya yang masih kecil ikut dengan ibunya bekerja.Namun beberapa hari ini,ibunya  tidak bisa berkerja karena sakit.Badannya panas tinggi.Tasripin ,sudah meninggalkan bangku sekolah semenjak kelas satu ,karena ketiadaan biaya
              Azan berkumandangdi mushala ,di dekat gubuk Tasripin ,seakan membangunkan seantero negeri.Dengan mata yang  masih setengah terbuka ,Tasripin bangun dari tidurnya .Segera ia pergi ke mushala untuk menunaikan shalat berjamaah.Setelah  mengambil wudhu ,ia langsung masuk  ke mushala.Setelah pak Somad  yang merupakan ketua RT  ikhamad,semua jamaah pun bersiap untuk menunaikan shalat.Selesai shalat dan berdoa ,Tasripin tidak langsung keluar dari mushala .Ia hanya duduk terdiam.Pak Iman yang melihat kelakuan Tasripin dari tadi,menghampiri Tasripin .’’Ada apa Pin ?’’tanya Pak Iman .Aku sedang banyak  masalah Pak,jawab Tasripin.Memang masalah apa yang tengah melandamu Pin?.Ibu saya sakit pak,namun saya tidak punya  uang untuk  membeli obat,jawab tasripin.Kamu yang sabar ya nak,,,,,,Bapak doakan semoga ibumu cepat sembuh.Bapak pulang dulu ya Pin .Assalamualaikum .Waaalaikum salam jawab Tasripin .Karena  dirasa tidak ada lagi jamaah di dalam mushala,Tasripin pun keluar.
                 Tasripin kembali kerumah,dan mengambil karung  serta tongkatnya.Tasripin bersiap memulai pekerjaannya  sebagai pemulung .Ibu ,saya  pergi mulung dulu ya,kata Tasripin.Dengan muka yang pucat pasi,ibunya menjawab; ya nak,kamu gak sarapan dulu nak?.Tadi Ipin udah makan singkong ,yang ibu rebus kemaren,Ipin pamit dulu ya bu.Ya hati-hati ya nak,jawab ibunya.Dengan berat hati ,ia keluar dari gubuk,meninggalkan sang ibu yang masih sakit.Saat melewati bak sampah di depan sebuah rumah gedung,ia melihat tumpukan plastik.Dengan senang hati,ia menghampiri bak sampah tersebutdan memungut satu persatu sampah plastik tersebut.Bau dari sampah tidak di hiraukannya lagi.Yang terpenting bagaimana keluarganya bisa makan ,dan membelikan obat untuk  sang ibu tercinta.Matahari  mulai menampakkan sinarnya,ketika Tasripin s ampai di sebuah pos ronda.Ia duduk diatas tikar pandan untuk melepaskan penat.Saat  melihat orang yang lalu ramai dihadapannya,perhatiaanya tertuju pada sebuah keluarga yang terdiri dari Bapak,Ibu,dan dua orang anaknya.Yang satu digandeng oleh ayahnya,dan yang satunya lagi digendong oleh ibunya.Mereka tampak begitu bahagia.Andai keluargaku ,seperti keluarga itu.Alangkah indahnya pikir Tasripin.Namun pikiran tersebut  dibuangnya jauh-jauh.Tuhan pasti memiliki  kehendak lain di balik semua ini,pikirnya lagi.Matahari mulai tinggi,dan Tasripin pun kembali berjalan menyusuri komplek perumahan elit ,untuk mengumpulkan kepingan rupiah yang ada di bak-bak sampah.Disaat melewati sebuah warung,ia bertemu dengan bu Marni.Kok kamu mau jadi pemulung kayak gini Pin?.Apakah ibumu yang menyuruh ?Dengan kepala dinginTasripin menjawab”Aku mau bekerja seperti ini ,karena aku ingin membantu ekonomi keluargaku bu.Dengan sabar Tasripin terus menyusuri jalan dan mengumpulkan sampah-sampah plastik untuk dijualnya.
                     Menjelang tengah hari,disaat cuaca yang panas,membuat tenggorokan Ipin kering.Ia menuju sebuah WARTEG untuk meminta segelas air .Kamu pasti lapar,makan dulu deh Pin ,kata penjaga WARTEG.Penjaga WARTEG itu memang baik terhadap Tasripin.Ia sangat kasihan melihat Tasripin yang masih kecil,harus memulung.Tidak  usah mbak,aku masih kenyang.Padahal  dari tadi pagi,perutnya hanya berisi sepotong singkong rebus ,serta segelas air putih.Namun ia tidak ingin mengemis-ngemis,walaupun secara tidak langsung.
                     Sore harinya ,setelah  menjual hasil memulungnya hari ini,ia menuju ke warung untuk membeli beras dan mie instant .Tidak lupa juga ia membeli obat penurun panas untuk ibunya .Disaat hampir sampai di depan gubuknya,ia melihat keramaian.Saat  perasaannya masih di landa kebingungan ,ia melihat bendera kuning terpancang di depan di depan gubuknya.Langsung ia teringat  ibunya yang  tadi pagi sakit,dan langsung     masuk  ke dalam gubuknya.Tasripin seakan tidak percaya,apa yang sedang dilihatnya.Ibu yang sangat ia sayangi ,terbujur kaku diatas sebuah dipan .Tubuhnya di selimuti oleh sehelai kain panjang.Bungkusan yang ia bawa terlepas dari genggamannya.Air matanya jatuh dari kedua pelupuk matanya.Pak RT  mencoba untuk menenangkannya.Kamu yang sabar ya Pin .Ibumu telah pergi dengan tenang.ikhlaskan kepergian ibumu nak,kata Pak RT .Dengan linangan air mata,Tasripin memeluk tubuh ibunya untuk terakhir kalinya.Sarmi yang sedari tadi menangis ,ikut memeluk tubuh ibunya.
                        Esok harinya ,setelah selesai  di shalatkan ,zenazah ibu Tasripin siap untuk di kebumikan.Didalam lubang berukuran dua kali satu meter ini,ibu Tasripin akan tidur untuk selama lamanya.Setelah selesai prosesi penguburan ,Tasripin dengan adiknya masih duduk diatas pusara ibunya.Mengapa ibu tinggalin Ipin?Ipin sayang sama ibu katanya seraya menangis.
                          Hari berganti dengan cepat .Tidak terasa sudah tiga bulan ,ibu Tasripin meninggalkannya bersama adiknya.Tasripin kini sudah bersekolah  lagi.Begitu pula dengan adiknya.Dan hal yang lebih membahagiakan lagi,Tasripin sudah tidak memulung lagi.Sekarang  mereka berdua tinggal di sebuah panti asuhan.
                           
                                                                                                                         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar